Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter Indonesia I berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta.
Perlu diketahui BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga permusyawaratan dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan, Mr. Adil Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gde Agung, memainkan peran penting dalam pembentukan BFO. BFO yang dibentuk di Bandung tentu saja tak bisa dilepaskan dari strategi van Mook mendirikan negara boneka di wilayah Indonesia yang dimulai sejak 1946.
Perlu diketahui BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga permusyawaratan dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan, Mr. Adil Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gde Agung, memainkan peran penting dalam pembentukan BFO. BFO yang dibentuk di Bandung tentu saja tak bisa dilepaskan dari strategi van Mook mendirikan negara boneka di wilayah Indonesia yang dimulai sejak 1946.
A. Latar Belakang Konferensi Inter Indonesia
Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara- negara bagian (BFO) terutama berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Konferensi Inter-Indonesia ini penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda dalam KMB.
Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia.
Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia.
Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949.
B. Jalannya Konferensi Inter Indonesia
Pada 19-22 Juli 1949 diadakan konferensi Inter-Indonesia. Dalam konferensi itu diperlihatkan bahwa politik devide et impera Belanda untuk memisahkan daerah-daerah di luar wilayah RI mengalami kegagalan. Hasil Konferensi Inter-Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta antara lain:
- Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme.
- RIS akan dikepalai oleh seorang presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada presiden.
- RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari RI maupun Belanda.
- Angkatan Perang RIS adalah Angkatan Perang Nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
- Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
- Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
- Lagu kebangsaan Indonesia Raya
- Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
- Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO. Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya enam belas negara. Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia persiapan nasional yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.
C. Arti Penting Konferensi Inter Indonesia
Hasil kesepakatan para tokoh bangsa dalam Konferensi Inter Indonesia tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi perjuangan bangsa Indonesia.
- Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh Belanda sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian telah dihapuskan.
- Kesepakatan ini juga merupakan bekal yang sangat berharga dalam menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan kemudian. Pada tanggal 1 Agustus 1949, pihak Republik Indonesia dan Belanda mencapai persetujuan penghentian tembak-menembak yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus.
- Tercapainya kesepakatan tersebut memungkinkan terselenggaranya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.